Banyuwangi milik-rakyat.com Ketua LSM Perintis, Halili Abdul Ghani.SAg. SH., mengkritik keras Kementerian Agama (Kemenag) terkait lemahnya pengawasan dalam pemberian izin operasional bagi pondok pesantren, terutama yang berafiliasi dengan jaringan pusat atau lembaga induk.
Ia menilai, sejumlah kasus yang belakangan viral di media sosial mulai dari dugaan perundungan, sanksi administratif sepihak, hingga ancaman pemulangan santri akibat keterlambatan pembayaran adalah bukti konkret bahwa proses seleksi dan pengawasan Kemenag masih jauh dari ideal.
“Ini bukan sekadar soal administrasi. Ketika santri bisa diancam dipulangkan hanya karena telat membayar, atau karena menyampaikan keluhan, itu menunjukkan bahwa orientasi pesantren bukan lagi pendidikan, tapi sudah menyerempet ke arah komersialisasi yang berbahaya,” tegas Halili, Sabtu (20/4).
Menurutnya, pesantren yang terafiliasi dengan jaringan pusat seharusnya tidak mendapat perlakuan istimewa dalam proses perizinan hanya karena nama besarnya. Justru, kata dia, perlu ada audit lebih mendalam terhadap sistem pendidikan, pola hubungan antara pengurus dan santri, serta mekanisme penyelesaian konflik internal.
“Kemenag harus berani meninjau ulang seluruh izin pesantren yang berada di bawah jaringan pusat yang bermasalah. Banyak dari mereka menutup ruang dialog, dan ketika santri atau orang tua bersuara, malah dibalas dengan intimidasi dan ancaman dipulangkan,” ujar Halili.